TUGAS MANDIRI UTS
TEORI PEMBELAJARAN
RESUME BUKU
Dosen Pengampu : Wahidin ,M.Ag

Nama : Thony Rohmad
Darmawan
Nim : 11111001
Jidul Buku : Mempertimbangkan
Hukuman Pada Anak
Pengarang : Dra.
Tjipta Susana, M.Si
Penerbit :
Kanisius
Kota Terbit :
Yogyakarta
Tahun Terbit : 2007
Jurusan : Tarbiyah
Prodi :
Pai
FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2013
MEMPERTIMBANGKAN HUKUMAN PADA ANAK
HUKUMAN ADA DI RUMAH DAN DI SEKOLAH
Jika kita mencari tempat
dimana kita bisa menemukan anak yang mendapat hukuman, mungkin sekolah adalah
tempat yang tepat.
a.
Jeweran dikuping dan ulekan di pelipis
Mereka akan merasa takut jika
sampai lupa mengerjakan pekerjaan rumah. Karena, tidak mengerjakan pekerjaan
rumah dengan alasan apapun, sama dengan satu jeweran di kuping, atau ulekan di
pelipis. Hukuman fisik adalah hukuman yang paling kontaoversial. Dalm
undang-undang ditegaskan bahwa segala bentuk hukuman fisik pada anak didik
tidak diperbolehkan, tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak guru yang
menjalankan hokum fisik, karena dirasa cepat memberikan efek perubahan perlaku
anak didik.
Mungkin hal semacam ini ada benarnya juga, terbukti beberapa anak sempat
mengaku selalu berusaha untuk mengerjakan kewajiban sekolahnya.
b.
Member penyadaran pada
siswa/siswi
Ada sebuah pendapat yang menyatakan
hukuman adalah sangsi fisik ataupun psikis untuk kesalahan yang dilakukan anak
didik. Dengan kata lain, hukuman berperan mengajarkan apa yang tidak boleh
dilakukan dan bukan apa yang semestinya dilakukan. Bagi saya sendiri, hukuman hukuman
yang dirasa efektif untuk pelanggaran yang dilakukan oleh anak didik adalah
hukuman yang tidak proposional, namun juga membuat anak merasa ‘’rugi’’ secara
intelektual akibat kesalahan yang diperbuatnya. Jenis hukuman tersebut antara
lain
-
Mengerjakan
tugas dua kali lipat, dari apa yang sebelumnya diperintahkan karena, tidak
mengerjakan tugas yang diberikan sebelumnya.
-
Mengganti
tugas dengan tugas mata pelajjaran yang
lain.
-
Dan
pada kesalahan yang tak tertolerir lagi, tekanan dari orang tua dihadirkan.
Hukuman semacam mengerjakan
synopsis di perpustakaan, tetap punya efek positif, namun cukup memberikan
tekanan pada anak. Dari tambahan tugasnya,berarti waktu belajar mereka
bertambah, tetapi dia tidak bsa mengikuti pelajaran yang seharusnya diikuti.
Saat dia selesai mengerjakan tugasnya, baru disadarkan bahwa sebenarnya jika
dia bersikab tertib, maka dia tidak akan rugi tertinggal pelajaran dari teman
yang lain. Biasanya mereka baru bisa merenungi perbuatannya.
c.
Mengomunikasikan pelanggaran pada orang tua
Di sisi lain, tidak dapat
dipungkiri, bagi beberapa anak, hukuman nonfisik dirasa terlalu lunak sehingga
mereka merasa tidak khawatir jika melanggar peraturan karena toh hukumannya
juga’’ringan’’.
Cara
yang efektif dengan cara mengomunikasikan anak kepada orang tuanya.
Di
sekolah, ada buku penghubung antara guru dan wali murid. Jika seorang melakukan
kesalahan yang sudah tidak bisa di tolerir, guru akan membertahu wali murid
melalui buku tersebut. Biasanya perubahan dalam diri anak akan cepat sekali
Karena dia akan mendapat tekanan dari dua pihak yaitu orang tua dirumah dan
guru di sekolah.
d.
Melakukan pendekatan personal
Bagi beberapa orang cara semacam ini
di sekolah belum dikategorikan sebuah hukuman bagi anak. Guru menerangkan
kepada wali murid tentang pelanggaran yang dilakukan oleh anak di sekolah
beserta sanksi yang telah diberikan. Lalu, orang tua diharapkan akan menaggapi
dan menindak lanjuti hal tersebut sesuai dengan kebijakan dirimah. Namun
demikian, metode semacam ini diakui tidak dapat di jalankan pada semua SD dan
wali murid.
Orang tua dengan tingkat social
ekonomi yang relative mapan, biasanya akan merasa sungkan papbila anaknya
bertingkah laku melanggar peraturan di sekolah. Selain merasa sungkan dengan para
guru di sekolah, merka juga sungkan terhadap wali murid yang lain. Ternyata
seelah diselidiki, di rumah ia juga selalu bersikap melawan. Pihak sekolah
sudah mencoba berkomunikasi dengan orang tuanya melalui buku penghubung, namun
mereka tidak pernah member tanggapan. Kami juga pernah memanggil orangtua
kesekolah, namun tidak ditanggapi dengan baik pula. Mungkin karena, maaf,
keadaan social ekonomi dan intelektual, orangtu yang kurang mendukung cara
pendampingan macam ini, sehingga anak sudah terlanjur terbentuk menjadi anak yang bandel dan sulit
diatur. Jika sudah demikian, hukuman fisik pun jadi tak terhindarkan lagi.
HUKUMAN MEWARNAI DUNIA ANAK
Cacha (8)
meraung-raung sambil bercucuran air mata ketika sabetan ikat pinggang
kulit dilecutkan ibunya ditubuhnya.
Kesabaran seorang ibu bisa berubah menjadi amarah yang meluap-luap mengetahui
anaknya mencuri uang untuk jajan.
Hukuman
fisik
Cacha kecil
terlihat kecewa, ada perasaan ingin berontak lebih dari sekedar raungan tak
berdaya ketika setiap lecutan menyakiti tubuhnya. Dari expresi wajahnya
terlihat betapa cacha ingin menjelaskan apa yang dia lakukan tadi, bukan
sekedar mendapat hardikan perilaku kasar
dari ibunya. Setelah selesai dengan pelecutan, tak lama kemudian cacha benar-benar
acuh tak acuh dengan nasehat orang tuanya.yang dia inginkan hanya
main dan main. Tak ada seorang pun yang bisa menggerakkan hatinya untuk patuh.
Banyak orang tua yang memberikan hukuman dengan dalih mengharapkan perubahan
sikap dan perilaku mereka. Tapi karena tidak sabar menahan emosi yang memuncak,
orang tua cenderung menjalankan sikap otoriter.
Tapi ada imbasnya juga pada anak yang menjadi objek kemarahan.
Ketika dia tidak berhasil mengungkapkan dan menjelaskan apa keinginannya, bisa-
bisa si kecil akan melampiaskan pada
orang lain terdekat, seperti kakak
atau adiknya.
Membangun
komunikasi
Pola- pola
otoriter semacam itu kurang tepat diterapkan untuk masa sekarang. Daya kritis
anak yang berkembang menyebabkan anak sering mempertanyakan alasan pelarangan.
Tujuan disiplin
adalah mengajar anak agar dapat mengontrol diri sendiri. Ada jalan yang lebih
baik agar anak menjadi disiplin. Salah satu cara terbaik untuk mengajar anak
adalah ‘’mengalihkan’’ focus anak. Dengan mengalihkan focus, berarti mengubah
kelakuan buruk yang tidak dapat diterima, dengan kelakuan baik. Contohnya, jika
anak melempar bola didalam rumah dan anda tidak setuju, ajak dia keluar dan
ajak ia main lempar bola dihalaman. Sedangkan anak yang usianya mulai remaja
harus diberi penjelasan baik-baik, tantusaja dengan alasan yang logis. Dengan
memperlihatkan sebab akibat tindakannya, maka itu akan member pemahaman yang
mendasar, lebih dari sekedar berhenti karena takut dimarahi.
Rangkulan, sapaan
hangat, dan berbicara dari hati ke hati merupakan cara yang efektif untuk
menenamkan nilai-nilai dan mengatasi persoalan yang dihadapi anak.orang tua
harus mampu membangun komunikasi dengan selalu melakukan dialog dengan
anak-anak. Caranya, bisa selalu mengajak anak-anak berdiskusi mengenai segala
hal. Bukan sekedar tanpa alasan.
PUJIAN SAMA DENGAN PENGHARGAAN
Ketika kita memuji
anak maka ini lebih pada usaha member I penghargaan. Bahwa pujian menempati
peran yang besar dalam proses tumbuh kembang anak. Dari mulai hal-hal kecil seperti
“wah hebat ya, kamu sudah bisa makan sendiri,’’ atau, ‘’pujian-pujian semacam
itu merupakan rangsangan dari motivator bagi anak untuk berbuat lebih baik
lagi. Sayangnya semua orang tua tidak melakukan hal yang sama. Maka seolah-olah
tidak rela memberikan pujian bagi anaknya yang telah berhasil melakukan
sesuatu. Ketika si kecil diberi pemahaman apa yang dilakukannya itu benar, maka
pujian itu akan meningkatkan harga dirinya.nsebaliknya pujian yang didapat oleh
si anak berlebihan dan tidak diberikan dengan melihat konteks usaha yang
dilakukan, maka lambat laun anak akan
tahu dan tidak percaya lagi. Saat aku mengenali lingkungan diluar rumah, dia
akan berinteraksi dengan teman sebayanya, dan bisa membandingkan perlakuan yang
selama ini di terima. Memasuki usia SD anak sudah bisa merasakan apakah
perlakuan yang diberikan orang tuanya itu tulus atau tidak. Akibat negative
lainnya jika berlebihan memeuji menyebabkan seorang anak menjadi kebal.
Misalnya, sedikit sedikit disebut pintar dan hebat. Lain waktu, anak tidak akan
percaya lagi saat orang tua memuji mereka.
Lebih ditakutkan lagi hal ini menjadikannya pribadi yang ragu-ragu,
tidak berani mengambil resiko. Kemungkinan ini bisa terjadi karena si anak
sendiri sudah terbiasa di terlindingi dan takut mengecewakan orang lain.
ORANG TUA KONSISTEN
Dalam suatu pujian
juga diperlukan konsistensi orang tua dalam menentukan mana yang sepatutnya dilakukan oleh anak, dan
mana yang tidak. Tindakan yang demikian diperlukan rasa percaya diri anak. Janji yang dikatakan orang tua
ketika si anak berhasil melakukan hal baik, bisa menjadi motivator bagi si
kecil untuk mewujudkannya. Pujian dan janji juga bisa dijadikan alat supaya
anak melakukan hal-hal positif. Misalnya,dengan ungkapan verbal ‘’oke, sekarang
kalau kamu bisa bangun pagi dan beres-beres tempat tidur, bunda akan beri hadiah,’’
jika aturan ini berhasil, orang tua bisa memperpanjang pemberian reward.
Misalnya setelah satu minggu ia bisa melakukan itu, maka kita tidak segan-segan
member pujian atau hadiah yang dijanjikan. Soal membereskan tempat tidur
sebenarnya bisa diterapkan untuk anak-anak SD, bahkan prasekolah. Hasil yang
mereka lakukan mungkin belum sempurna
tetapi seharusnya kita lebih melihat pada prosesnya, bukan tujuan akhirnya.
Apalagi si anak dengan mudah menirunya. Orangtua merupakan model terbaik bagi
anaknya.
PILIH KONSEKUENSI POSITIF
Ada anggapan anak akan memahami sikap berdiam dari orang tua,.
Orang tua ingin sikap diam ini anak dimaknai setuju dan berpuas hati dengan
tindakan si anak. Sayangnya jika si anak melakukan kesalahan, amat mudah bagi
orang tua memarahi dengan suara yang meninggi. Bahkan, tak jarang pukulan pun
melayang. Padahal tanpa penegasan secara verbal, anak ankan kebingungan
menentukan mana yang baik dan buruk. Hal ini dibutuhkan ank di masa emas tumbuh
kembangnya.
DAMPAK PESIKOLOGIS HUKUMAN BADAN
Mama, sebenarnya aku berani lo balas pukulan papa, tapi pasti aku
kalah karena badanku kecil. Besok kalo aku besar…’’itu adalah sepenggal
ungkapan seorang bocah laki-laki berusia 8 tahun pada ibunya karena sang ayah sering
memberikan hukuman badan jika sia anak dianggap melakukan kesalahan. Dalam
dunia pengasuhan anak, hukuman dengan berbagai bentuknya sering kita temukan.
Sebelum memberikan hukumsn pada anak atau anak didik, kita perlu tahu akibat
negative hukuman bagi sang anak.
Disiplin berbeda dengan hukuman
Sebagian masyarakat memandang hukuman perlu diberikan untuk
mendisiplinkan anak.dengan hukuman diharapkan anak akan mengetahui bahwa dia
telah melakukan suatu kesalahan, kemudian tidak lagi mengulanginya. Sebagian oaring tua menerapkan
hukuman bagi setiap anak melakukan kesalahan, dan yang lain baru menerapkan
hukuman setelah anak tidak bisa dikendalikan. Hukuman yang diberikan bisa
bermacam-macam, termasuk hukuman badan.
Dampak hukuman badan
1.
salah
satu akibat dari hukuman badan antara lain,memar pada bagian tubuh, bengkak,
luka, bahkan cacat tubuh.akibat psikologis hukuman ada yang bersifat jangka
pendek dan ada yang jangka panjang.
2.
Hukuman
badan juga bisa menimbulkan hilangnya kepercayaan anak pada orang tua, anak
tidak lagi merasa aman didekat orang tua.
3.
Hukuman
badan juga dapat menimbulkan beberapa masalah perilaku, seperti berbohong.
Penelitian menunjukkan bahwa seorang anak yang sering mendapat
hukuman badan diterai berkembang menjadi anak yang nakal dan agresif;
berkemungkinan menjadi perilaku kekerasan dalam rumh tngga dan perilaku chil
abuse.
Pendisiplinan tanpa hukuman badan
Beberapa karakteristik khas anak yang perlu kita ketahui.
Usia 0-2 tahun
·
Anak
memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar, sehingga sering melakukan tindakan
tindakan tanpa tak terduga yang kadang berbahaya atau kita anggak salah.
·
Mengamankan
lingkungan dari hal yang membahayakan, untuk mengurangi godaan anak. Misalnya,
tidak meletakkan vas dalam jangkaun ank, selalu menutup lemari penyimpan gelas,
dan lain-lain.
·
Biasakan
mengatakan hal yang boledilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, sambil
mengucapkan secara sederhana mengapa orang tua ingin hal itu dipatuhi.
Pada usia 3-5 tahun
·
Anak
mulai memahami hubungan antara tingkah laku dan konsekuensi.
·
Orang
tua bisa membuat aturan-aturan,menjelaskan apa yang diinginkan dan
memberithukan apa konsekuensi yang harus ditanggung anak jika melanggar.
·
Aturan
dan konsekuensi harus dibuat sejelas mungkin. Misalnya, anak tidak boleh
mencoret-coret tembok dengan crayon, bila melanggar anak harus membersihkannya.
Sebelumnya anak harus diberi tahu bahwa crayon hanya digunakan diatas kertas,
lalu jelaskan mengapa tembok tidak boleh dicoret-coret.
Salah satu metode yang dianggap efektif untuk mendidik anak
disiplin dan bisa diterapkan bisa diterapkan
untuk semua kelompok usia adalah PPH (praise-pats-hugs/pujian-tepukan-pelukan).
Harus diingat, menjadikan anak disiplin tidak hanya dilakukan melalui hukuman,
tetapi juga bisa melalui pujian, tepukan, atau pelukan.
MENIMBANG ANTARA HUKUMAN DAN PUJIAN BAGI ANAK
Ungkapan seperti , ‘’ kalau kamu tidak mendenarkan apa kata ayah,
kamu akan mendapat masalah!’’ atau ‘’ jika tidak segera bangun, akan ibu
cipratkan air ke mukamu lo!’’, kayaknya sering kita temui dalam kehidupan
keluarga. Nila tidak harus dengan kata-kata, orang yua sering mengancam dengan
mengangkat tangan seakan-akan mau memukul,atau sorot mata yang tajam mengancam.
Harapannya hanya satuagar anak menjadi takut!
Hukuman membuat takut anak
Pemberian hukuman yang tidak tepat akan melahirkan dampak buruk
yang lebih berbahaya. Sebab, ancaman dan hukuman dan membuat anak-anak
menentang orang tua dan menyebabkan mereka memberotak. Lebih dari itu hukuman
membuat orang tua menjadi musuh yang harus di tinggal bersembunyi, bukan
menjadi orang tua yang harus didatangi dan di mintai dukungannya.
Hukuman tetap menjadi manfaat … jika memenuhi kriteria berikut ini:
·
Komunikasi
alternatif hukuman yang bisa kenakan jika anak melakukan pelanggaran.’’kalo
kamu bangun pagi molor lagi apa hukuman yang akan kamu pilih’’: hgepel
lantai cuci pakaian sendiri.setelah itu
beri kesempatan anak untuk memilihnya, sehingga ada kesepakatan bersama.
·
Hukuman
yang diberikan harus mempunyai dampak positif, baik secara fisik maupun
psikologis. Mengepel lantai misalnya, jenis hukuman tersebut diyakini para
psikologsebagai menghasilkan dampak fisik dan psikolois yang buruk bagi
anak-anak.
Beri pujian yang bermakna
Jika hukuman tidak bermakna dan tidak efektif lagi, bagaimana denga
pujian? Apakah bisa menjadi lebih baik lagi anak-anak kita?... sama halnya
dengan hukuman, pujian juga mempunyai dua sisi: positif dan negative. karena perlu
cara yang bijak memuji anak.
Resume:
Mendidik anak tanpa
memberi hukuman itu sangat
tidak mungkin untuk zaman
sekarang. Karena anak zaman sekarang sudah mengenal dunia luar yang sangat
tidak baik bagi dirinya dan masa depannya. Menurut saya pribadi, hukuman harus
ada agar memberikan efek jera bagi si pelanggar (anak didik). Hukuman juga bisa
membentuk keperibadian anak, selain memberi contoh dan teladan, teguran dan
pujian, perintah dan larangan, hukuman mengajarkan kepada anak tentang apa yang
tidak boleh dilakukan, bukan apa yang harus dilakukan dimasa berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar