Jumat, 02 Agustus 2013

RESUME DASAR-DASAR KONSELING



RESUME DASAR-DASAR KONSELING
  1. TEORI-TEORI KONSELING
  1. Pendekatan Psikioanalisik
à menekankan pentingnya riwayat hidup klien (psikoseksual), pengaruh dari impuls-impuls genetik (insting), energi hidup (libido), pengaruh dari pengalaman dini kepada kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia.
à Taraf kesadaran dalam konsep psikoanalitik: conscious, preconscious, unconscious.
à Peran dan fungsi konselor adalah untuk menciptakan suasana agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit.
à teknik-teknik terapi:
1.       
    • -asosiasi bebas: menyensor pikiran, mengatakan apa yang muncul dalam pikiran, meskipun kelihatannya aneh, irasional, menggelikan atau menyakitkan. Dengan cara ini, id diminta untuk bicara, edangkan ego tinggal diam.
    • -analisis mimpi (d royal road to the unconscious): klien didorong untuk bermimpi dan mengingat-ingat mimpinya. Analis harus menyadari manifest content (arti yang nyata/kelihatan) dan latent content (arti yang tersembunyi tapi sesungguhnya)
    • -analisis transferensi: transferens adalah respons klien kepada seorang konselor, seakan-akan konselor adalah orang signifikan di dalam kehidupan klien yang lalu, biasanya tokoh orangtua. Pelepasan perasaan merupakan katarsis emosional, baik emosi positif maupun negatif, dan di sini tugas konselor untuk menganalisisnya.
    • -analisis resistansi: kadang-kadang klien pada awalnya menunjukkan kemajuan, tetapi kemudian melambat atau berhenti. Analisis konselor dapat membantu klien untuk memperoleh wawasan tentang resistansinya tersebut atau tingkah laku lainnya. Kalau tidak diselesaikan, terapi akan terhenti.
    • -interpretasi: interpretasi menyangkut penjelasan dan analisis berbagai pikiran, perasaan dan tindakan klien. Pada saat tersebut, konselor membantu klien untuk memahami arti peristiwa masa lalu dan masa sekarang.
  1. Pendekatan Humanistik
à istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.
à Person centered/client centered Counselling
1.       
o     
      • implisit dalam client centered counseling adalah pandangan bahwa orang pada dasarnya baik. Karakteristik manusia adalah positive, forward moving, constructive, realistic, and trusworthy. Setiap pribadi adalah orang yang sadar, terarah dari dalam, dan bergerak ke arah aktualisasi diri, sejak dari bayi. Untuk munculnya self yang sehat, orang memerlukan positive regard love, warmth care, dan acceptance. Tetapi pada masa kanak-kanak dan kemudian orang biasanya menerima conditional regards dari orang tua dan orang lain.
      • à peran konselor bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap-sikap mereka, tidak pada teknik-teknik yang dirancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan sikap-sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik-teknik yang mereka miliki.
  1. Pendekatan Behavioral
à konselor membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih. Konselor behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan klien dalam setiap fase konseling.
à teknik umum: skedul penguatan, shaping, ekstingsi.
à teknik-teknik spesifik
1.       
o     
      • desensitisasi sistematik, dirancang untuk membantu klien mengatasi anxiety dalam situasi-situasi tertentu. Konselor mengajar klien untuk rileks secara fisik dan mental.
      • Pelatihan asertivitas, klien belajar untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif dan asertif.
      • Time out, teknik aversif yang sangat ringan. Klien dipisahkan dari kemungkinan mendapatkan penguat positif.
      • Implosion dan flooding, meminta klien membayangkan suatu situasi penimbul anxiety yang bisa berakibat parah, tetapi dalam implosion klien tidak diajarkan untuk rileks terlebih dahulu. Flooding lebih ringan sifatnya, karena situasi penimbul anxiety yang dibayangkan tidak menimbulkan konsekuensi yang parah.
  1. Konseling kognitif Dan Kognitif-behavioral
à pendekatan kognitif memfokuskan pada kognisi, teknik-tekniknya pun berusaha mengubah kognisi yang salah.
à konselor adalah aktif dan direktif. Mereka adalah instruktur yang mengajari dan membetulkan kognisi klien. Menentang keyakinan yang sudah berakar mendalam memerlukan lebih dari sekedar logika. Perlu repetisi konsisten, karena itu konselor harus mendengarkan dengan hati-hati pernyataan-pernyataan klien yang tidak logis atau salah dan menantang keyakinan ini. Intinya teaching dan disputing (menantang).konselor REBT harus mempunyai ciri-ciri pandai, berpengetahuan luas, empatik, menaruh respek, genuine, konkret, persisten, ilmiah, berminat membantu orang lain dan ia sendiri menggunakan REBT.
  1. Pendekatan sistem
à para terapis menggunakan cara berpikir sirkuler bukan linier. Ada ide bahwa peristiwa-peristiwa berhubungan melalui suatu rentetan feedback loops yang saling berinteraksi.
à peran konselor mengajar klien menjadi lebih kognitif. Konselor dan klier dengan tenang menyanyakan berbagai pertanyaan sampai akhirnya klien belajar berpikir untuk dirinya sendiri.
  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES KONSELING
1.       
o     
      •  
        1. Struktur
à pentingnya struktur sangat nyata bila klien menentukan tanggal untuk konseling dengan berbagai harapan yang tidak realistik. Dalam hal ini klien harus segera membangun struktur. Misalnya dengan cara memberi informasi tentang proses konseling, juga memberi informasi tentang dirinya sendiri, mengenai kompetensi profesionalnya.
à hal-hal yang tercakup dalam bagian membangun struktur:
1.       
o     
      • time limits (sesi lamanya 60 menit, misalnya)
      • action limit ( untuk mencegah tingkah laku destruktif)
      • role limits (apa yang diharapkan dari masing-masing pelaku)
      • procedural limits (dimana klien diberi tanggung jawab untuk menghadapi suatu sasaran atau kebutuhan spesifik),
      • fee schedules
  1. inisiatif, dapat dilihat sebagai motivasi untuk berubah.
à Ada saat klien enggan atau menolak untuk konseling. Ada dua macam klien: klien yang enggan (reluctant), biasanya klien yang dirujuk orang ketiga dan sering kali tak termotivasi untuk mencari bantuan. Klien yang resistant, adalah klien yang tidak mau atau menolak perubahan.
  1. setting (tatanan) fisik
  2. kualitas-kualitas klien
àyang sukses YAVIS (young, attractive, verbal, intellegent, succesful).
àyang kurang sukses HOUND (Homely, Old, unintellegent, nonverbal, disadvantaged). DUD (Dumb, unintellegent, disadvantaged)
  1. kualitas-kualitas konselor, dijelaskan lebih lanjut.
  1. KARAKTERISTIK KONSELOR YANG EFEKTIF
  1.  
    1. Congurence (genuineness, Authenticity)
à Konsep kongruensi adalah konsep yang kompleks, tetapi Rogers mengatakan bahwa secara naluriah orang bisa membedakan individu mana yang betul-betul sesungguhnya adalah dirinya, yang betul-betul mengatakan apa yang ingin dikatakannya (means exactly what he says), dan perasaan yang ada di dalam lubuk hatinya yang terdalam adalah sama denagn yang dia ekspresikan. Untuk menjadi genuine, seseoran harus kongruen. Ia sungguh-sungguh menjadi dirinya, tanpa tutup terhadap dirinya sendiri. Seorang yang autentik adalah seorang yang kongruen, karena ia adalah seorang yang memahami keadaan dirinya sendiri. Kongruensi itu sangat penting sebgai dasar sikap yang harus dipunyai oleh seorang konselor. Ia harus paham tentang dirinya sendiri, berarti pikiran, perasaan dan pengalamannya haruslah serasi. Kalau seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan pikirannya harus marah, yang tercermin pula dalam tindakannya. Ia harus memahami bias-bias yang ada dalam pikirannya, prasangka-prasangka yang mewarnai pikirannya. Ia harus tahu kelemahan dan aset-aset yang dipunyainya. Kalau ia menyadari hal ini, ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain. Ia tahu bahwa orang lain bukanlah dirinya.
  1.  
    1. Unconditional Positive Regard (Acceptance)
à penerimaan tanpa syarat, atau respek kepada klien harus mampu ditunjukkan oleh seorang konselor kepada kliennya. Ia harus dapat menerima bahwa orang-orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai sendiri, kebutuhan-kebutuhan sendiri yang lain daripada yang dimiliki olehnya. Konselor harus memberi kepercayaan kepada kliennya untuk memilih perkembangan diri mereka.
à perubahan paling efektif pada klien kalau ia ada dalam situasi yang menunjukkan keadaan kondusif untuk pertumbuhan. Keadaan yang kondusif ini misalnya adalah pengalaman acceptance, yaitu pengalaman dipahami, dicintai, dan dihargai tanpa syarat. Melalui konseling, orang harus mempelajari cara bersikap dan bertingkah laku yang baru, belajar bersikap dan bertingkah laku positif hanya bisa terjadi dalam situasi kondusif.
  1.  
    1. Empati: memahami orang lain dari sudut kerangka berpikir orang lain tersebut.
à empati yang dirasakan harus juga diekspresikan, dan orang yang melakukan empati harus orang yang kuat. Ia harus menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi ia tidak pula boleh terlarut di dalam nilai-nilai orang lain.
  1.  
    1. Kesadaran-Tentang-Diri dan Pemahaman
à dengan memahami dan menyadari diri sendiri, konselor tidak menjadi defensif menghadapi kliennya. Ia dapat menanggapi klien tanpa terbawa oleh rasa tidak aman yang dipunyainya.
  1.  
    1. Kesehatan Psikologis yang Baik
à konselor yang utuh secara psikologis dan tidak terpengaruh oleh masalah-masalahnya yang berat dan rumit akan lebih mampu membantu kliennya.
  1.  
    1. Sensitivitas terhadap dan pemahan Faktor Rasial, Etnik, Budaya dalam Diri dan Orang Lain
à konselor harus mempunyai keterbukaan yang tinggi, kemauan dan kemapuan untukmenerima diversivitas yang ada di sekelilingnya.
  1.  
    1. Keterbukaan (Open Mindedness)
à konselor yang memiliki keterbukaan, dapat mengakomodasi perasaan, sikap dan tingkah laku klien yang berbeda dengan dirinya. Keterbukaan juga memungkinkan konselor untuk berinteraksi dengan berbagai jenis klien. Keterbukaan merupakan persyaratan untuk komunikasi yang jujur.
  1.  
    1. Objektivitas
à konselor akan mudah mengenali klien-kliennya yang manipulatif dan berespons secara profesional. Objektivitas juga akan memagari konselor dari perasaan-perasaan emosional disfungsional terhadap dan tentang kliennya. Objektivitas menjaga konselor dari terjadinya countertransference, dan timbulnya perasaan-perasaan romantis dan ketertarikan seksual terhadap klien. Yang harus dipunyai oleh seorang konselor adalah involved and caring objectivity.
  1.  
    1. Kompetensi
à kompetensi berhubungan dengan pengetahuan yang menyangkut proses psikologis, asesmen, etik, keterampilan klinis, keterampilan teknis, kemampuan untuk menilai, efektivitas pribadi.
  1.  
    1. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Klien yang merasakan.
  1.  
    1. Interpersonal Attractiveness
à jika klien merasa konselor mempunyai pandangan-pandangan yang serupa dengan dirinya, maka menurutnya konselor tersebut memiliki interpersonal attractiveness. Hal ini dapat dibantu dengan penerimaan sebelumnya.
  1. MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI KONSELOR
1.       
o     
      •  
        1. Kebosanan
à jika klien yang membosankan maka konselor harus mebicarakannya dengan klien, karena ini adalah prinsip genuine, tapi tetep harus hati-hati.
à jika konselor yang membosankan, maka konselor harus kritis dengan ekspresi kebosanan klien dan ikut bertanggungjawab dengan rasa kebosanannya.
1.       
o     
      •  
        1. Hostilitas
à situasi hostilitas ini jangan dihindari, tetapi harus dihadapi karena klien perlu belajar untuk menyelesaikan dan menghadapi hoostilitas ini dengan adekuat. Konselor dapat pula menunjukkan hostilitas terhadap kliennya, karena itu konselor harus mewaspadai hal ini.
1.       
o     
      •  
        1. Kesalahan-kesalahan Konselor, lemah, tidak tegas dan tidak mengakui kesalahannya sendiri
        2. Manipulasi
àcontohnya misalnya konselor memanipulasi klien untuk tetap konseling karena menurutnya penting untuk perkembangannya, tetapi sebenarnya hanya untuk memenuhi kepentingan konselornya.
à jika klien yang memanipulasi konselor biasanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk menetralisasi ancaman.
1.       
o     
      •  
        1. Penderitaan (Suffering/psycological bleeding)
à Konselor bisa menimbulakn penderitaan ketika ia mendorong kliennya untuk berkembang. Konselor harus memperkenalkan insight yang membawa rasa sakit kepada kliennya.
àdari sisi konselor, kadang konselor menderita jika ia merasa tidak berdaya.
1.       
o     
      •  
        1. Hubungan yang membantu Vs Hubungan yang tidak membantu
à hubungan yang tidak membantu dalam konseling:
-distansi emosional: konselor tidak dapat “masuk” ke dalam diri klien karena tidak benar-benar berempati, konselornya anonimus jadi sulit membangun rapprort dan rasa percaya, keterlibatannya hanya bersifat intelektual.
- kelekatan emosional: konselor/klien bergantung pada yang lain untuk pemuasan kebutuhan dasar mereka.
à hubungan yang membantu:
- keterlibatan emosional: meskipun ada kedekatan tetapi klien dan konselor tetap dua orang yang terpisah dengan kehidupan yang terpisah. Mereka cukup saling mengenal untuk dapat saling percaya dan saling berempati. Secara emosional mereka dekat, sehingga perasaan yang satu akan menstimulasi perasaan yang lain, dan menciptakan hubungan yang dinamis.
1.       
o     
      •  
        1. Terminasi Konseling
àPemberhentian konseling
1.       
o     
      •  
        1. Burnout
à peran sebagai konselor memang sangat rentan terjadinya burn out, konselor terus menerus berhadapan dengan emosionalitas tinggi.
à cara mencegahnya dengan: gaul dunk, latihan untuk mengurangi stres, mempertahankan sikap selalu ada harapan, menyisihkan suatu waktu bebas dan pribadi.
  1. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
1.       
o     
      •  
        1.  
          1. Peran (Role)
          2. Fungsi (Functional)
          3. Kepakaran (Expertise)
          4. Social Power dari konselor:
à referent power dimiliki seorang profesional bila klien memandang mereka sebagai seorang yang pantas untuk dikagumi dan dapat menerima klien mereka.
  1. LANGKAH-LANGKAH KONSELING/TERAPI
  1.  
    1.  
      1.  
        1. membangun Hubungan
        2. Identifikasi Masalah
        3. memfasilitasi perubahan Terapeuis
        4. Evaluasi dan Terminasi
        5. MEMBANGUN HUBUNGAN DALAM KONSELING
  1. Keterampilan mendengarkan
  2. Penghalang Komunikasi
  1.  
    1.  
      1.  
        1. ASESMEN DALAM KONSELING
  1. Tujuan Asesmen
  2. Komponen asesmen
  3. Definisi Masalah
  4. Keterampilan yang Diasosiasikan dengan Asesmen
  5. Efek dari Asesmen
7. MENGEMBANGKAN SASARAN KONSELING DAN MEMILIH STATEGI INTERVENSI
  1. Mengembangakan Sasaran Konseling
  2. Memilih Strategi intervensi
8. MENGAKHIRI KONSELING (TERMINASI)
  1. Kapan Mengakhiri konseling?
  2. Inisiatif Melakukan Terminasi
  3. Dua Jenis Terminasi
  4. Metode atau Langkah-langkah Terminasi
  5. Fenomena Overtreatment dan undertreatment
9. KONSELING PADA ANAK
  1. sifat dasar anak
  2. karakteristik konseling pada anak-anak
  3. konseling anak usia dini (2-5 tahun)
  4. konseling anak pada middle childhood (5-9 tahun)
  5. beberapa teknik yang dapat digunakan
  6. konseling praremaja (9-12 tahun)
  7. fungsi konselor anak
10. KONSELING PADA REMAJA
  1. konselor untuk remaja
  2. karakteristik remaja
  3. konseling dengan remaja
  4. berbagai bentuk konseling kelompok
  5. program fasilitator teman sebaya
  6. tes dan observasi
11. KONSELING PADA ORANG DEWASA
  1. tahapan siklus kehidupan keluarga
  2. bentuk dan cara konseling pada orang dewasa
  3. konsultasi
  4. asesmen dan evaluasi
12. KONSELING PADA LANJUT USIA
  1. beberapa perubahan fisik pada manula
  2. tugas perkembangan manula
  3. bekerja dengan manula
  4. prevensi primer
  5. keprihatinan pada usia lanjut
  6. reminiscence dalam konseling manula
  7. konsultasi
13. ISU-ISU YANG TERDAPAT DALAM KONSELING
  1. menempatkan kebutuhan klien di atas kebutuhan sendiri
  2. isu konfidensialitas
  3. langkah-langkah membuat keputusan etis
  4. isu etis dalam proses asesmen
  5. hubungan dualisme (Dual Relationship)
  6. kode etik profesi di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar